Istilah dari wakaf memang lumayan populer di telinga para masyarakat, tetapi tidak semua orang memahami pengertian dari wakaf itu sendiri, maka dari itu, simak ulasannya di bawah ini.
Daftar Isi
Pengertian Wakaf
1. Secara Bahasa dan Istilah
Kata wakaf asalnya dari bahasa Arab “waqf” yang artinya berhenti, menahan, atau diam.
Maksud dari kata menahan itu sendiri ialah untuk tidak dihadiahkan, diperjualbelikan, maupun diwariskan.
Sedangkan menurut istilah syar’i, wakaf merupakan sebuah ungkapan yang mengandung penahanan harta miliknya terhadap orang lain maupun lembaga dengan cara menyerahkan sebuah benda yang kekal zatnya guna diambil kegunaanya untuk kebaikan.
2. Menurut Para Ahli
Jika ditinjau menurut pandangan dari para ahli agama, pengertian wakaf sangat luas dan rinci, diantaranya ialah sebagai berikut:
a. Mazhab Hanafi
Seperti yang telah dilansir oleh Badan Wakaf Indonesia, wakaf ialah menahan sebuah benda yang menurut hukum, tetap di wakif (orang yang mewakafkan) di dalam rangka untuk mempergunakan manfaatnya sebagai bentuk kebajikan.
Dilihat dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemilikan harta tidak lepas dari wakif, bahkan orang itu dibenarkan menariknya kembali serta boleh menjualnya.
Apabila wakif telah meninggal dunia, harta itu kemudian menjadi harta warisan untuk ahli warisnya.
Tujuannya ialah untuk menyedekahkan manfaatnya terhadap suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun yang akan datang.
b. UU no. 41 tahun 2004
Wakaf merupakan sebuah perbuatan hukum oleh pihak yang menyerahkan untuk memisahkan maupun menyerahkan sebagian harta benda ataupun aset miliknya untuk dimanfaatkan selamanya / untuk jangka waktu tertentu guna kepentingan ibadah maupun kesejahteraan umum sesuai dengan ketentuan agama Islam.
Hukum Wakaf
Pada dasarnya, hukum wakaf ialah sunnah.
Hal tersebut merujuk kepada Al Quran surah Al-Hajj ayat 77 serta Ali Imran ayat 92.
Sedangkan dilihat dari hukum positif, wakaf diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006 terkait Pelaksanaan Undang – Undang No. 41 tahun 2004.
Perbedaan Wakaf, Zakat, dan Infak
Di dalam kehidupan sehari – hari, agama telah mengajarkan umatnya supaya saling tolong menolong serta memberi sesama.
Untuk setiap penghasilan maupun rezeki yang diperoleh, ada sebagian hak dari orang lain yang lebih memerlukan untuk disalurkan.
Penyaluran amal itu dapat diwujudkan dalam wujud zakat, infaq, dan juga wakaf.
Zakat, infak, serta wakaf pada dasarnya mempunyai konsep dasar yang sama yakni untuk mengeluarkan harta kepada orang yang berhak.
Dan dalam praktiknya, ketiganya adalah bentuk amal jariyah yang berbeda.
1. Zakat
Zakat adalah ibadah wajib yang harus dikerjakan oleh setiap umat muslim yang mampu. Zakat ini dikeluarkan berdasarkan dengan aturan sertastandar tertentu. Zakat dibagi menjadi dua jenis, yakni zakat fitrah (dikeluarkan sebelum shalat Idul Fitri serta zakat mal yang dikeluarkan satu tahun sekali apabila harta telah mencapai jumlah tertentu / nisab.
2. Infak
Infak adalah bentuk sedekah harta benda yang bisa dikerjakan kapanpun dengan jumlah yang tak ditentukan.
3. Wakaf
Sementara wakaf ini sifatnya sunnah, dan menjadi bentuk sedekah harta benda yang nilainya harus dikembangkan secara syariah.
Harta yang diwakafkan ini harus terus memiliki nilai untuk banyak orang bahkan sampai orang yang mewakafkan meninggal dunia.
Syarat Sah Wakaf
Menurut dari hukum Islam, wakaf dapat dikatakan sah jika mampu memenuhi dua persyaratan, yakni:
- Pertama, perbuatan atau tindakan yang menunjukkan kepada wakaf.
- Kedua, mengungkapkan niatan guna wakaf baik itu secara lisan atau tulisan.
Berikut adalah beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang apabila hendak melakukan wakaf dengan sah, antara lain:
1. Al Mauquf
Harta benda yang akan diwakafkan dianggap sah apabila memenuhi beberapa di bawah ini, yaitu:
- Benda yang diwakafkan harus bernilai atau berharga.
- Benda yang akan diwakafkan harus diketahui isi atau kadarnya.
- Benda itu merupakan milik pewakaf seutuhnya.
- Benda itu bisa dipindahkan kepemilikannya serta dibetulkan untuk diwakafkan.
2. Sighah
Sighah merupakan syarat yang berkaitan dengan isi ucapan ketika hendak melakukan wakaf maupun pernyataan pewakaf sebagai sebuah kehendak guna mewakafkan harta bendanya.
Berikut adalah beberapa sighah atau syaratnya, antara lain:
- Ucapan sifatnya pasti.
- Ucapan harus mengandung kata – kata yang merujuk pada istilah kekal, sebab akan menjadi tak sah apbila ucapan mengandung batas waktu tertentu.
- Ucapan dapat direalisasikan segera, tanpa terdapat beberapa syarat tambahan.
- Ucapan tidak mengandung syarat yang dapat membatalkan
3. Al Mauquf ‘Alaih
Dilihat dari klasifikasi, terdapat dua macam pihak yang akan menerima manfaat wakaf (nadzir), yakni pihak tertentu (mu’ayyan) serta pihak tidak tertentu (ghaira mu’ayyan).
Arti dari pihak tertentu yaitu penerima manfaat adalah seorang atau sekumpulan orang tertentu saja serta tidak bisa diubah.
Sementara yang tak tertentu ialah manfaat wakaf yang diberikan tak ditentukan dengan rinci, misal terhadap fakir miskin, tempat ibadah, dan yang lainnya.
4. Al-Waqif
Pewakaf harus cakap bertindak dalam menggunakan hartanya.
Yang dimaksud dalam bertindak ialah berakal sehat, merdeka, dewasa, serta tidak dalam kondisi yang bangkrut.
Jenis – Jenis Wakaf
Berikut adalah beberapa jenis wakaf yang dapat kalian amalkan, antara lain:
1. Wakaf Tanah
Tanah menjadi salah satu bentuk harta yang memiliki manfaat sangat besar dan paling umum untuk disedekahkan untuk kepentingan umum.
Tanah bisa dimanfaatkan sebagai lahan untuk membangun lembaga pendidikan agama, tempat ibadah, hingga area pemakaman.
Nilai manfaat tanah tidak akan dimakan oleh waktu serta bisa dipakai selamanya.
Wakaf tanah bisa berwujud hak secara penuh atau sebagian dengan batas waktu tertentu.
Secara hukum, wakaf tidak berbeda dengan amal jariah, yakni sama sama menyedekahkan harta benda pribadi sebagai kepentingan umum.
Tetapi apabila dilihat dari sifatnya, wakaf ini tak hanya berbagi harta seperti aktivitas amal pada umumnya. Namun wakaf mempunyai nilai manfaat yang lebih tinggi serta mampu menjangkau lebih banyak orang.
Tanah wakaf menjadi tanah hak milik yang telah diwakafkan. Perwakafan tanah hak milik adalah sebuah perbuatan hukum yang suci, mulia serta terpuji yang dikerjakan oleh seseorang maupun badan hukum, dengan memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berwujud tanah hak milik serta melembagakannya untuk selama – lamanya menjadi wakaf sosial.
Dasar hukum dari perwakafan tanah milik bisa kalian lihat pada Pasal 49 ayat (3) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 mengenai Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang disebut sebagai UUPA).
2. Berdasarkan Peruntukannya
Dilihat dari peruntukannya, wakaf dibagi lagi menjadi dua jenis berbeda, yaitu:
a. Wakaf Ahli
Wakaf ahli atau juga disebut sebagai dzurri / ’alal aulad memiliki tujuan untuk kepentingan serta jaminan sosial dalam lingkungan keluarga serta kerabat sendiri.
Sebagai contoh harta yang disumbangkan hanya bisa digunakan oleh keluarga besar untuk kebaikan.
Contohnya rumah yang diwakafkan untuk saudara yang tidak memiliki tempat tinggal.
b. Wakaf Khairi (Kebajikan)
Merupakan jenis wakaf yang dikerjakan untuk kepentingan agama maupun masyarakat (kebajikan umum).
Manfaat dari wakaf jenis ini bisa dirasakan bagi kebaikan umat dalam kepentingan agama.
Contohnya tanah yang disumbangkan untuk pembangunan prasarana kesehatan gratis serta area pemakaman.
3. Berdasarkan Jenis Hartanya
Dilihat dari jenis hartanya, wakaf terbagi lagi menjadi tiga macam, antara lain:
- Benda yang tidak bergerak / benda seperti seperti bangunan.
- Benda bergerak selain uang seperti alat perlengkapan usaha yang bisa dipakai setiap hari.
- Dan benda bergerak berwujud uang.
Istilah dari wakaf uang belum dikenal pada zaman Rasulullah. Wakaf uang tersebut baru diterapkan sejak awal abad kedua hijriyah.
Imam Az-Zuhri yang merupakan salah seorang ulama terkemuka serta peletak dasar tadwin al-hadits memfatwakan, dianjurkan dinar serta dirham untuk pembangunan sarana sosial, dakwah, serta pendidikan umat Islam.
4. Berdasarkan Penggunaan Objeknya
Dilihat dari pemakaian objeknya, wakaf terbagi ke dalam dua macam, antara lain:
a. Ubasyir atau Dzati
Merupakan obyek wakaf yang berguna untuk pelayanan masyarakat serta dapat dipakai secara langsung.
Contoh: Pondok pesantren, madrasah, serta rumah sakit.
b. Mistitsmary
Merupakan objek wakaf yang ditujukan guna penanaman modal di dalam produksi barang – barang serta pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam bentuk apa pun, lalu hasilnya akan diwakafkan sesuai dengan keinginan wakif.
5. Berdasarkan Waktunya
Dilihat dari waktunya, terdapat dua macam wakaf, antara lain:
a. Muabbad
Merupakan wakaf yang diberikan untuk selamanya.
Hak kepemilikan harta sepenuhnya akan diserahkan demi kebaikan umat tanpa adanya batas waktu.
b. Mu’aqqot
Merupakan wakaf yang diberikan dalam jangka waktu tertentu.
Pada umumnya, apabila wakif masih mempertimbangkan hak ahli waris maupun kebutuhan di masa depan, harta akan diberikan dengan hak pada dengan jangka waktu tertentu.
Selama jangka waktu yang diberikan tanah, benda, atau uang harus digunakan untuk memperoleh nilai tambah bagi kepentingan sosial.
Tata Cara Melakukan Wakaf
Di dalam hal perwakafan, secara umum ada beberapa tata caranya, diantaranya ialah sebagai berikut:
- Wakif atau pewakaf (perorangan maupun badan hukum) menghadap kepada nadzir (pihak penerima) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). PPAIW ini merupakan pejabat berwenang yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama guna membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW). Apabila wakaf dikerjakan guna jumlah tidak tertentu, Nadzir tidak perlu diwajibkan hadir.
- Ikrar wakaf dikerjakan oleh wakif terhadap nadzir dihadapan PPAIW dengan cara membawa dua orang sebagai saksi.
- Ikrar bisa dinyatakan dengan lisan maupun tulisan, dan dituangkan di dalam AIW oleh PPAIW.
- PPAIW akan menyampaikan AIW terhadap Kementerian Agama serta Badan Wakaf Indonesia (BWI) guna dimuat di dalam register umum wakaf kepada BWI.
- Wakif wajib untuk membawa dokumen sah serta asli atas aset atau harta yang ingin diwakafkan. Contoh: Sertifikat tanah, akta tanah, dan sejenisnya serta surat pernyataan yang menyatakan jika tanah atau bangunan itu dalam kondisi tuntas serta bebas dari sengketa / ikatan. Lengkapi dokumen itu dengan identitas diri yang sudah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang.
Hukum Wakaf Bangunan dan Tanah
Bangunan serta tanah merupakan dua aset tidak bergerak yang kerap kali dijadikan sebagai objek wakaf.
Yang termasuk ke dalam aset tak bergerak diantaranya seperti tanah, kios, rumah, apartemen, ruko, bangunan komersil, bangunan sarana publik (rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, klinik, dan yang lainnya).
Apabila kalian hendak mewakafkan bangunan atau tanah, pastikan benda itu dimiliki secara sah / terbebas dari sengketa hukum, bebas utang, serta sudah mendapatkan persetujuan dari ahli waris.
Berikut ialah benda tidak bergerak yang bisa diwakafkan:
- Tanaman atau benda lain yang berhubungan dengan tanah.
- Bangunan / bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
- Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan UU yang berlaku.
- Benda tak bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan syariah serta UU yang berlaku.
- Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan UU yang berlaku.
Keistimewaan Wakaf
Wakaf adalah salah satu bentuk amalan ibadah yang sangat istimewa, hal tersebut disebabkan pahala wakaf akan terus mengalir meski kita sudah meninggal dunia.
Yang mana hal tersebutlah yang membedakan dengan amalan lain seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya uang mana pahalanya akan terputus pada saat kita meninggal dunia.
Keterangan tersebut berdasarkan hadist Rasulullah SAW (yang artinya):
“Apabila seorang manusia telah meninggal dunia, maka akan terputus amal perbuatannya, terkecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta doa anak shaleh”. [HR. muslim, Imam Abu Dawud, dan Nasa’iy] Menurut jumhur ulama, sedekah jariyah di dalam wujud waqaf.
Pahalanya dapat juga diatasnamakan dengan nama orang lain.
Dari sahabat Fadhl datang pada Rasulullah SAW dan bertanya:
“Ibuku telah meninggal dunia serta aku bermaksud hendak mengerjakan amal kebaikan untuknya, apakah pahalanya yang akan bermanfaat untuk Ibuku?” Rasulullah SAW menjawab: “Buatlah sumur umum serta niatkan pahalanya bagi ibumu”.