Rumah Adat Aceh

Aceh, provinsi yang terletak di ujung utara pulau Sumatera ini memiliki sejuta daya tarik, salah satunya adalah rumah adat.

Rumah adat Aceh biasa disebut dengan Rumah Krong Bade, rumah adat ini berbentuk rumah panggung yang dibagi menjadi 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan.

Rumah panggung tersebut biasanya dibangun dengan tinggi 2.5 meter hingga 3 meter di atas permukaan tanah.

Dengan bentuk rumah panggung tersebut, tentu saja rumah ini memiliki tangga di bagian depan rumah untuk akses keluar masuk rumah.

Jumlah anak tangga yang ada di rumah adat Krong Bade ini tidaklah sembarangan, dimana harus berjumlah ganjil antara 7 atau 9 anak tangga.

Ciri Khas

ciri khas rumah adat aceh

Selain berbentuk panggung, rumah adat Krong Bade juga memiliki berbagai ciri khas yang membedakannya dengan rumah adat Indonesia lainnya.

Berikut ini beberapa ciri khas dari rumah adat Aceh yang tidak dimiliki oleh rumah adat lain:

  • Terdapat gentong air yang terletak di bagian depan rumah, fungsi gentong air tersebut yaitu untuk membersihkan kaki sebelum masuk ke dalam rumah.
  • Memiliki tangga dengan jumlah ganjil yang mana bermakna sebagai simbol religius dan kepercayaan masyarakat Aceh.
  • Berbentuk rumah panggung yang berguna untuk melindungi diri dari serangan binatang buas.
  • Rumah Krong Bade berbentuk persegi panjang dari arah Timur ke Barat yang mana juga menandakan kepercayaan religius masyarakat Aceh.
  • Memiliki berbagai motif ukiran, seperti ukiran tulisan arab yang diambil dari Alquran, motif tumbuhan, dan motif hewan. Ukiran ini biasanya tidak diberi warna atau jika diberi warna maka harus warna hitam atau merah. Ukiran tersebut biasanya banyak di temukan di bagian dinding, tangga, kindang, dan lainnya.

Pembagian Ruangan

pembagian ruangan rumah adat krong bade

Seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa rumah adat Krong Bade dibagi menjadi 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan.

Berikut ini penjelasan tentang pembagian ruangan rumah adat Aceh:

1. Ruang Bawah

ruang bawah

Pada bagian ruang bawah, biasanya digunakan sebagai tempat untuk menyimpan barang pemilik rumah.

Barang tersebut meliputi alat pertanian, alat peternakan, dan barang lainnya.

Selain sebagai tempat penyimpanan barang, ruang bawah ini juga berguna sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen bahkan untuk membuat kain tradisional khas Aceh.

Tidak hanya sampai pada proses pembuatan kain saja, namun setelah kain tradisional khas Aceh tersebut jadi, biasanya kain tersebut akan dijual.

2. Ruang Depan (Seuramoë Keuë)

ruang depan

Ruang depan yang disebut juga dengan Seuramoë Keuë merupakan ruang paling depan yang berguna sebagai tempat untuk menerima tamu.

Selain untuk menerima tamu, ruangan ini juga biasa dijadikan sebagai tempat untuk bersantai, beristirahat, dan belajar.

Di dalam ruang depan ini biasanya terdapat karpet dengan ukuran besar yang memanjang sebagai alasnya.

3. Ruang Tengah (Seuramoë Teungoh)

ruang tengah

Seuramoë Teungoh atau ruang tengah merupakan ruangan inti dari rumah adat Krong Bade.

Ruang tengah ini sangatlah tertutup dan privat, dimana hanya penghuni rumah saja yang boleh memasuki ruang tengah ini.

Ruang tengah juga dibuat berbeda dengan ruang lain, yang mana ketinggian lantainya dibuat lebih tinggi.

Ruang tengah sendiri terdiri dari beberapa kamar tidur keluarga di bagian kanan dan juga kirinya.

Selain itu, ruang tengah ini juga biasa digunakan sebagai kamar pengantin baru dan juga tempat untuk pemandian mayat ketika terdapat anggota keluarga yang meninggal.

4. Ruang Belakang (Seurameo Likot)

ruang belakang

Ruang Belakang atau Seurameo Likot berguna sebagai tempat untuk makan, tempat bercengkrama, dan sebagai dapur.

Ruang belakang memiliki ketinggian lantai yang lebih rendah dan juga tidak memiliki ruang tambahan di sisi kanan maupun kirinya.

Bahan-Bahan Bangunan

Bahan-Bahan Bangunan rumah adat Aceh

Rumah adat Aceh biasanya dibangun dengan menggunakan bahan alami atau bahan tradisional.

Sebagai bahan utama yang nantinya akan dibuat dinding, pondasi, tiang, dan lantai, masyarakat Aceh menggunakan bahan dasar dari kayu atau bambu.

Lalu untuk bagian atapnya, masyarakat Aceh biasanya menggunakan bahan dari rumbia.

Pembangunan Rumah

Pembangunan Rumah Adat Aceh

Bagi masyarakat Aceh, untuk bisa membangun rumah adat Aceh ini bagaikan membangun kehidupan.

Oleh karenanya, untuk membangun rumah adat Krong Bade terdapat beberapa persyaratan dan juga prosesnya memiliki tahapan tertentu.

Proses pembangunan rumah adat tersebut harus dilakukan secara cermat dan juga berlandaskan peraturan masyarakat.

Berikut ini tahapan pembangunan rumah adat Aceh:

1. Musyawarah

Hal pertama yang harus dilakukan adalah musyawarah keluarga.

Setelah mencapai mufakat atau kesepakatan, hasil musyawarah dan perencanaan pembangunan kemudian diserahkan pada Teungku (Ulama) di kampung tersebut.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan saran agar rumah tersebut nantinya akan menjadi lebih tenang dan tentram.

Setelah itu, terdapat musyawarah khusus tentang persyaratan yang harus dilakukan.

Persyaratan tersebut biasanya berisi tentang pemilihan hari baik yang ditentukan ileh Ulama atau Teungku, pengadaan kayu pilihan, melakukan kenduri (pesta), dan rangkaian lainnya.

2. Pengadaan Bahan

Setelah mencapai kesepakatan baik dari keluarga dan teungku, selanjutnya yaitu proses pengadaan bahan.

Berbagai bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat rumoh Aceh adalah kayu, bambu (trieng), daun rumbia, dan bahan tambahan lainnya.

Kayu yang digunakan biasanya adalah kayu yang tidak dililit oleh akar dan tidak menyangkut kayu lain saat ditebang.

Pengadaan bahan tersebut biasanya dilakukan secara bergotong royong oleh masyarakat setempat.

3. Pengolahan Bahan

Setelah semua bahan terkempul, proses selanjutnya yaitu mengolah bahan-bahan tersebut.

Jika pembangunan masih lama, maka kayu biasanya akan direndam di dalam air terlebih dahulu.

Hal tersebut bertujuan agar kayu tersebut tidak dimakan oleh rayap.

Saat akan dibangun, baru kayu tersebut dipotong dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan.

4. Pendirian Rumah

Setelah semuanya siap, maka pembangunan rumah Aceh akan segera dimulai.

Untuk pembangunan awal rumah adat Aceh biasanya ditandai dengan pembuatan landasan untuk memancangkan kayu.

Kayu pertama yang dipancangkan disebut dengan tiang utama atau tiang raja, kemudian diikuti tiang-tiang lainnya.

Setelah semua tiang tersebut terpasang, kemudian akan dilanjutkan untuk membuat bagian rumah.

Bagian rumah tersebut meliputi lantai rumah dan juga dinding rumah.

Jika sudah selesai, selanjutnya yaitu membuat bagian atas yang diakhiri dengan memasang atap rumah.

Selanjutnya biasanya baru akan ditambahkan ornament tambahan seperti ukiran dan sebagainya.

Fakta Unik

Fakta Unik rumah adat Krong Bade

Salah satu hal yang menjadi daya tarik tersendiri dari rumah adat Aceh adalah adanya berbagai fakta unik yang ada dibalik rumah tersebut.

Berikut ini 5 fakta unik rumah adat Krong Bade yang mungkin kamu belum mengetahuinya.

1. Dibangun Tanpa Menggunakan Paku

Dibangun Tanpa Menggunakan Paku

Fakta unik pertama dari rumah adat Krong Bade adalah dibangun tanpa menggunakan paku.

Hal tersebut bisa terjadi karena memang dalam proses pembuatan rumah adat ini menggunakan material dan bahan yang diambil langsung dari alam.

Lalu untuk menyatukan setiap bahan tersebut, masyarakat aceh biasanya menggunakan tali pengikat yang disebut dengan taloe meuikat.

Tali tersebut dibuat dengan menggunakan rotan, kulit pohon waru, dan tali ijuk.

2. Bangunan Anti Gempa

bangunan anti gempa

Selain dibangun tanpa menggunakan paku, rumah adat Krong Bade juga ternyata didesain anti gempa.

Hal tersebut dikarenakan struktur rumoh Aceh dibangun tanpa paku melainkan menggunakan teknik sambungan pengikat yang jauh lebih fleksibel.

Dengan begitu, rumah adat ini akan jauh lebih aman dari goncangan gempa.

3. Jumlah Anak Tangga Harus Ganjil

jumlah anak tangga harus ganjil

Karena berbentuk rumah panggung, maka pada bagian depan rumah adat Krong Bade ini terdapat tangga untuk akses keluar masuk rumah.

Rumah adat ini pada umumnya memiliki anak tangga dengan jumlah yang ganjil antara tujuh atau sembilan anak tangga.

Hal tersebut memiliki filosofi tersendiri mengenai sifat religius masyarakat Aceh.

4. Ukiran Melambangkan Status Ekonomi

ukiran rumah adat aceh

Salah satu nilai estetika dari rumah adat Krong Bade yaitu ukirannya.

Namun selain indah, ukiran tersebut ternyata juga memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Aceh, khususnya untuk status sosial pemilik rumah tersebut.

Dimana jumlah dan banyaknya ukiran pada rumah tersebut menentukan kemampuan ekonomi dari pemilik rumahnya.

Semakin banyak jumlah ukirannya maka ekonomi sang pemilik rumah semakin baik dan semakin sejahtera.

Ukiran tersebut biasanya berbentuk tulisan arab, tumbuhan, dan juga hewan.

5. Memberikan Hormat Saat Memasuki Rumah

pintu rumah adat krong bade

Fakta unik lain dari rumah adat Krong Bade ini yaitu setiap memasuki rumah harus memberi hormat.

Hal tersebut didukung dengan ukuran pintu rumah yang sengaja dibuat lebih rendah dari rata-rata tinggi manusia, yaitu sekitar 120 cm hingga 150 cm.

Dengan pintu yang rendah tersebut, bertujuan agar setiap tamu harus memberi saleum horeumat pada ahli bait (salam hormat pada pemilik rumah) dengan cara sedikit membungkukkan badan.

Kesimpulan

Rumah adat atau yang memiliki nama rumah adat Krong Bade ini menyimpan berbagai fakta unik, ciri khas, dan filosofi tersendiri.

Rumah yang dibangun tanpa paku dan didesain anti gempa ini pada umumnya memiliki 4 bagian rumah, yang masing-masing bagian memiliki kegunaan yang berbeda.

Photo of author

Ahmad

Pemuda yang senang belajar dan berbagi dengan sesama

Tinggalkan komentar

Pakaian Adat Aceh

Aceh adalah provinsi yang menjadi tempat persinggahan bagi para pedagang dan penyebar agama dari Timur Tengah. Sehingga Aceh memiliki berbagai macam pakaian adat.

Pakaian adat yang dimiliki Aceh pun sangat dipengaruhi dengan kebudayaan melayu dan Islam.

Aceh sering disebut juga sebagai serambi Mekah. Pasalnya gaya busana masyarakat Aceh yang tak lepas dari syariat Islam.

Hal tersebut tentunya dapat menjadikan pakaian adat Aceh menarik dan tidak biasa.

Untuk dapat mengetahui tentang pakaian adat dari Aceh lebih lanjut, silahkan simak artikel berikut ini dengan seksama.

Daftar Pakaian Adat Aceh Pria & Wanita

Daftar Pakaian Adat Aceh Pria & Wanita

Sama seperti pakaian adat provinsi lain, pakaian adat dari Aceh pun memiliki perbedaan antara yang dikenakan pria dan yang dikenakang wanita, bahkan namanya juga berbeda.

Pakaian – pakaian adat dari Aceh ini biasanya digunakan untuk acara – acara penting seperti pernikahan dan acara tertentu.

Pakaian adat dari Aceh juga dapat menunjukkan status sosial seseorang pada jaman dahulu.

Berikut adalah nama pakaian adat yang berasal dari Aceh :

1. Ulee Balang

Pakaian Adat Nanggroe Aceh Darussalam (Ulee Balang)

Nanggroe Aceh Darussalam memiliki pakaian adat yang bernama Ulee Balang.

Ulee balang ini hanya dapat dipakai oleh keluarga raja pada jaman dahulu. Namun, sekarang ulee balang ini menjadi pakaian adat tradisional Aceh.

Ulee balang untuk pria bernama peukayan linto baro sedangkan untuk wanita bernama peukayan daro baro.

Ulee balang ini diadaptasi dari berbagai kebudayaan, seperti Melayu, Arab, dan Tiongkok.

2. Peukayan Linto Baro

Peukayan Linto Baro

Peukayan Linto Baro merupakan salah satu pakaian adat yang digunakan khusus oleh laki – laki.

Pakaian adat ini mulanya digunakan untuk menghadiri upacara adat dan kegiatan pemerintahan pada zaman kerajaan Islam yaitu Samudera Pasai dan Perlak.

Pakaian adat untuk laki – laki ini biasanya berwarna hitam. Karena warna hitam adalah lambang dari kebesaran. Dan hal tersebut dipercaya oleh masyarakat Aceh secara turun – temurun.

Peukayan Linto Baro terdiri dari 3 bagian penting yang tidak dapat terpisahkan satu dnegan yang lainnya.

Tiga bagian penting tersebut adalah meukasah atau baju atasan, sileuweu atau celana panjang, dan meukeutop atau penutup kepala.

Tidak lupa juga para laki – laki menggunakan rencong atau senjata tradisional khas Aceh sebagai pelengkap pakaian adat tersebut.

Peukayan linto baro ini menggunakan ciri yang sangat islami.

3. Meukasah

Meukasah

Meukasah adalah baju atasan dari peukayan linto baro yang ditenun menggunakan benang sutra. Warna dari meukasah ini biasanya adalah hitam.

Meukasah ini tertutup pada bagian kerah dan terdapat sulaman yang dijahit menggunakan benang emas.

Hal tersebut terjadi karena meukasah merupakan perpaduan antara budaya Aceh dan China yang dibawa oleh para pedagang yang melintas di wilayah Aceh.

4. Sileuweu

Sileuweu

Sileuweu atau cekak musang adalah celana dari peukayan linto baro yang terbuat dari kain katun.

Kain katun tersebut juga berwarna hitam dan ditenun dengan design melebar pada bagian bawahnya.

Pada bagian bawah tersebut diberi hiasan sulaman yang terbuat dari benang emas dengan pola yang indah.

Hiasan sulaman dari benang emas ini bertujuan untuk menserasikan antara baju atasan dengan celana ini.

Penggunaan sileuweu ini disertai dengan kain sarung songket yang dibuat dari sutra.

Kain songket juga biasa disebut dengan Ija Sangket, Ija Krong, dan Ija Lamgugap yang memiliki panjang di atas lutut.

Cara pemakaian dari kain songket ini adalah dengan cara diikatkan melingkar di pinggang laki – laki.

5. Meukeutop

Meukeutop

Meukotop adalah penutup kepala yang digunakan untuk melengkapi peukayan linto baro.

Penutup kepala ini berupa kopyah yang memiliki bentuk lonjong ke atas yang dihiasi dengan lilitan yang di sebut dengan tengkulok.

Tengkulok adalah kain tenun sutra yang dilengkapi dengan bentuk bintang persegi delapan yang terbuat dari emas maupun kuningan.

Meukotop juga termasuk bukti kuatnya pengaruh Islam yang berasimilasi dalam kebudayaan masyarakat Aceh.

6. Rencong

Rencong

Rencong atau siwah adalah senjata tradisional khas dari Aceh yang digunakan sebagai hiasan dari peukayan linto baro.

Rencong ini diselipkan di bagian pinggang laki – laki. Hal ini dapat menambah kegagahan dari pemakainya.

Rencong merupakan belati yang berbentuk seperti huruf L dan memiliki kepala yang terbuat dari emas atau perak yang dihiasi dengan permata.

Pada jaman dulu rencong yang memiliki hiasan tersebut biasanya digunakan oleh para sultan dan pembesar.

Sementara rencong yang tidak memiliki hiasan dan terbuat dari tanduk hewan biasanya digunakan oleh para rakyat.

Mata belati rencong terbuat dari besi berwarna putih atau kuningan yang diasah dengan tajam.

7. Peukayan Daro Baro

Peukayan Daro Baro

Peukayan Daro Baro merupakan salah satu pakaian adat yang digunakan khusus oleh wanita.

Warna dari pakaian adat untuk wanita ini lebih cerah dibandingkan dengan warna pakaian adat untuk laki – laki.

Biasanya peukayan daro baro berwarna merah, kuning, hijau, dan ungu.

Selain warna yang lebih cerah, pakaian adat untuk wanita ini juga lebih banyak terdapat hiasan yang dapat melengkapi dan mempercantik tampilannya.

Seperti peukayan linto baro, peukayan daro baro juga terdiri dari 3 bagian penting yang tidak dapat terpisahkan satu dnegan yang lainnya.

Tiga bagian penting tersebut adalah baju kurung atau baju atasan, celana cekak musang atau celana panjang, dan patam dhoe atau mahkota.

Tidak lupa juga para wanita menggunakan berbagai macam perhiasan sebagai pelengkap pakaian adat tersebut.

Peukayan daro baro ini juga masih menggunakan ciri yang sangat islami.

8. Baju Kurung

Baju Kurung

Baju kurung adalah baju atasan dari peukayan daro baro yang terbuat dari benang sutra yang ditenun.

Baju kurung ini berbentuk longgar yang menutupi bagian pinggul dengan lengan yang panjang. Hal ini dapat menutupi lekuk tubuh wanita yang merupakan aurat.

Jika dilihat dari bentuknya tersebut baju kurung ini merupakan gabungan dari kebudayaan Arab, China, dan Melayu.

Baju kurung ini juga memiliki kerah pada bagian leher dan di bagian depannya terdapat boh dokma.

Dibagian pinggang wanita juga dililitkan kain songket khas Aceh atau yang biasa disebut dengan Ija Krong Sungket.

Cara penggunaan ija krong sungket adalah dengan cara diikat menggunakan tali pinggang yang dibuat dari emas maupun perak.

Tali pinggang tersebut dikenal dengan nama taloe ki ieng patah sikureueng yang memiliki arti tali pinggang patah sembilan.

Ija krong sungket ini dapat menutupi pinggul dan juga menutupi baju bagian bawah.

9. Celana Cekak Musang

Celana Cekak Musang

Celana cekak musang adalah celana dari peukayan daro baro yang terbuat dari kain katun.

Kain katun tersebut memiliki warna yang selaras dengan warna baju kurung dan juga ditenun dengan design melebar pada bagian bawahnya.

Pada bagian bawah tersebut diberi hiasan sulaman yang terbuat dari benang emas dengan pola yang indah pula.

Penggunaan celana cekak musang ini disertai dengan kain sarung songket yang dibuat dari sutra dan menjuntai sampai ke lutut.

Cara pemakaian dari kain songket ini adalah dengan cara diikatkan melingkar di pinggang wanita.

10. Perhiasan

Perhiasan

Perhiasan yang digunakan sebagai pelengkap dari peukayan daro baro sangatlah beraneka ragam, diantaranya adalah sebagai berikut ini :

  • Patam Dhoe

Patam Dhoe adalah mahkota yang digunakan untuk melengkapi peukayan daro baro.

Mahkota ini terbuat dari emas dengan bagian kanan dan kirinya dihiasi oleh motif pepohonan, daun, dan bunga.

Pada bagian tengah mahkota ini diukir dengan berbagai motif khas Aceh. Biasanya motir dari ukiran tersebut adalah motif daun sulur atau kaligrafi bertuliskan Allah dan Muhammad menggunakan huruf arab.

Motif tersebut biasa disebut dengan bungong kalimah yang dikelilingi oleh bunga – bunga dan bulatan – bulatan.

Hal tersebut memiliki arti bahwa wanita tersebut telah menikah dan menjadi tanggung jawab sang suami.

Tengkulok adalah kain tenun sutra yang dilengkapi dengan bentuk bintang persegi delapan yang terbuat dari emas maupun kuningan.

Meukotop juga termasuk bukti kuatnya pengaruh Islam yang berasimilasi dalam kebudayaan masyarakat Aceh.

  • Subang

Subang adalah anting – anting yang digunakan para wanita Aceh untuk melengkapi dan mempercantik penampilannya.

Anting – anting ini terbuat dari emas dengan motif bulatan kecil atau boh eungkot. Hiasan pada bagian bawahnya berbentuk rumbai untuk memperindah tampilannya.

Selain itu terdapat juga subang bungong mata uroe atau anting yang berbentuk seperti bunga matahari.

  • Taloe Tokoe Bieng Meuih

Taloe Tokoe Bieng Meuih adalah kalung yang juga merupakan pelengkap dari peukayan daro baro.

Kalung ini terbuat dari bahan emas yang memiliki enam buah keping bentuk hati dan satu buah keping berbentuk mirip kepiting.

Ada pula kalung yang terbuat dari emas bermotif daun sirih dan juga kalung azimat yang memiliki manik – manik bermotif boh bili.

  • Ikay

Ikay adalah gelang tangan yang juga digunakan sebagai pelengkap dari peukayan daro baro.

  • Gleuang Goki

Gleuang Goki adalah gelang kaki yang juga digunakan sebagai pelengkap dari peukayan daro baro.

  • Euncien Pinto Aceh

Dan perhiasan yang terakhir yang digunakan untuk melengkapi peukayan daro baro adalah Euncien Pinto Aceh atau cincin khas Aceh yang biasanya terbuat dari emas kuning maupun emas putih.

11. Ineun Mayok

Ineun Mayok

Ineun Mayok adalah pakaian adat yang berasal dari Aceh tenggara yang terbuat dari kayu nanit yang dikombinasikan dengan bahan lain seperti kapas dan yang lainnya.

Pakaian adat ini biasanya digunakan oleh pengantin wanita yang terdiri dari baju, kain sarung, pawak, dan ikat pinggang ketawak.

Pemakaian ineun mayok juga biasanya dilengkapi dengan berbagai macam perhiasan, seperti mahkota sunting, sanggul sempong, gempang, cemara, lelayang yang menggantung di bawah sanggul.

Selain itu ada terdapat juga perhiasan ilung – ilung, anting – anting subang gener dan subang ilang yang diletakkan di sekitaran kepala.

Terdapat juga kalung tanggang yang terbuat dari perak dan juga uang perak tanggang ringgit dan juga tanggang birah-mani.

Pada bagian lengannya dihiasai dengan gelang, diantaranya adalah gelang giok, gelang puntu, gelang bullet, gelang ikel.

Pada bagian jarinya menggunakan cincin semsil belah keramil, semsin genta, semsin paku, dan beberapa jenis semsin lainnya.

Pada bagian pinggang menggunakan ikat pinggang dari rantai genti ranta. Dan pada bagian kaki juga menggunakan gelang kaki.

Terdapat juga unsur pada pakaian lainnya yang sangat penting adalah ulen – ulen selendang dengan ukuran yang relatif lebar.

Keunikan Pakaian Adat Aceh

Keunikan Pakaian Adat Aceh

Pakaian adat Aceh memang memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan pakaian adat lainnya.

Kaunikan dari pakaian adat Aceh adalah sebagai berikut ini :

  1. Terdapat unsur islami pada pakaian adat Aceh.
  2. Pakaian adat Aceh mirip dengan pakaian Arab dan Melayu.
  3. Hanya digunakan pada saat acara resmi, seperti pernikahan, upacara adat, acara tarian adat Aceh, dan lain sebagainya.

Kesimpulan

Pakaian adat Aceh memang banyak memiliki keunikan serta ciri khas yang berbeda dibandingkan dengan pakaian adat di daerah lain.

Meskipun pada dasarnya daerah lain juga memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, namun tetap saja pakaian adat Aceh tetap menjadi salah satu baju terunik.

Photo of author

Ahmad

Pemuda yang senang belajar dan berbagi dengan sesama

Tinggalkan komentar