Tidak ada salahnya mempelajari banyak bahasa asing, namun mempelajari bahasa daerah juga penting demi menjaga budaya bangsa. Bahasa Jawa memang populer sehingga mempelajari sandangan aksara Jawa juga penting. Mungkin terlihat sulit, tapi jika sudah terbiasa maka mudah saja membaca aksara Jawa.
Keunikan bahasa Jawa bukan hanya terletak dari pengucapannya saja tetapi juga aksara atau hurufnya. Layaknya bahasa Korea, Jepang, Cina yang memiliki karakter penulisan sendiri, aksara Jawa pun begitu. Tak heran, apabila penulisan huruf Jawa ini menarik minat masyarakat maupun wisatawan mancanegara.
Daftar Isi
Pengertian Sandangan Aksara Jawa
Dalam aksara Jawa terdapat beberapa huruf dasar beserta sandangan. Sebuah kalimat dalam bahasa Jawa tidak akan sempurna hanya dengan menuliskan aksaranya saja. Oleh karena itu, sandangan berperan penting dalam komposisi sebuah kata atau kalimat yang memiliki makna tertentu.
Berdasarkan buku berjudul Pedoman Penulisan Aksara Jawa buatan Darusuprapta (2002), sandangan merupakan penanda untuk membuat perubahan pada vokal dasar aksara Jawa. Maknanya sandangan ini menjadi komponen krusial untuk melengkapi sistem penulisan bahasa Jawa.
Pada dasarnya, aksara Jawa terdiri dari 20 buah yaitu :
Ha;Na;Ca;Ra;Ka;
Da;Ta;Sa;Wa;La;
Pa;Dha;Ja;Ya;Nya;
Ma;Ga;Ba;Tha;Nga
Keseluruhan aksara di atas menggunakan vokal /a/. Padahal untuk menuliskan kalimat dalam bahasa Jawa terdapat vokal i, e, o u dan konsonan lainnya. Karena peran sandangan ini sebagai pelengkap huruf vokal, ia tidak dapat berdiri sendiri.
Maka dari itu, sandangan akan memberikan perubahan vokal atau bunyi tertentu apabila berpasangan dengan aksara supaya komposisi kata dan kalimat yang terdiri dari berbagai macam vokal lebih bermakna.
Baca: Tembang Macapat
Macam-Macam Sandhangan
Secara garis besar, terdapat tiga jenis sandhangan yang memiliki peran berbeda. Ketika sandangan berpasangan dengan aksara Jawa, maka bunyi dasar dari aksara tersebut akan berubah sesuai dengan jenis sandangannya. Jenis sandhangan meliputi :
1. Wyanjana
Sandhangan Wyanjana berperan sebagai penanda rangkaian konsonan. Jenis sandangan ini berguna bagi suku kata dengan unsur huruf “re”, “ya” dan “ra” di bagian tengah kata. Bentuk dari sandangan ini terlihat pada gambar di bawah.
Tipe sandhangan Wyanjana antara lain :
Cakra
Cakra berfungsi sebagai substitusi “ra”. Penulisannya menyambung pada huruf dasar maupun pasangan yang melekat di huruf tersebut.
Pengkal
Pengkal mempunyai peran sebagai pengganti “ya” di mana penulisannya melekat pada huruf dasar ataupun huruf pasangan.
Keret
Keret dapat berguna untuk mengganti pepet dan cakra. Untuk menuliskannya, cukup dengan menyambungkan keret pada huruf dasar atau pasangan.
Panjingan “La”
Bentuk dari sandhangan panjingan “La” menyerupai pasangan aksara La. Penulisannya cukup dengan menambahkan sandhangan tersebut di bawah aksara.
Panjingan “Wa”
Panjingan “Wa” memiliki bentuk yang tidak jauh berbeda dari pasangan aksara Wa. Dengan meletakkan panjingan Wa di bawah aksara dasar, maka kata tersebut akan berbunyi “wa”.
2. Swara
Jenis sandhangan ini mempunyai fungsi khusus dalam mengubah bunyi huruf dasar maupun huruf pasangan. Ada 5 tipe sandhangan swara yang sering muncul dalam komposisi kata atau kalimat.
Suku
Suku menjadi penanda vokal “u”. Jadi, suku yang menempel pada aksara Jawa termasuk pasangan, akan mengubah bunyi huruf tersebut menjadi “u”.
Wulu
Wulu menandakan bunyi “i” yang biasa menempel di bagian bawah aksara Jawa.
Taling
Normalnya, penulisan taling berada di depan aksara Jawa untuk menghasilkan bunyi “é”.
Pepet
Lokasi penulisan pepet ada di atas aksara untuk mengubah bunyi dasar aksara menjadi bunyi “e”.
Taling Tarung
Taling tarung mampu menghasilkan bunyi “o” pada aksara Jawa yang ia tempel. Posisinya mengapit aksara dasar. Apabila huruf pasangan berada di belakang aksara dasar, maka letak taling di depan huruf dasar sementara letak tarung ada di belakang huruf pasangan.
Jika huruf pasangan berada di bawah aksara dasar, posisi taling tarung adalah mengapit aksara dasarnya saja.
Gambar di bawah ini menunjukkan jenis sandhangan swara supaya lebih jelas.
3. Panyigeg Wanda
Panyigeg wanda bertugas untuk menutup suku kata. Sandhangan ini terbagi dalam 4 jenis seperti yang tertera di bawah ini.
Layar
Layar dapat menggantikan konsonan “r”. Posisi layar harus berada di atas aksara dasar atau pasangannya.
Wignyan
Mengingat aksara Jawa tak ada konsonan “h”, sebagai gantinya penulisan konsonan tersebut bisa memakai wignyan. Letak wignyan di belakang aksara dasar.
Cecak
Untuk menimbulkan bunyi “ng”, maka perlu menambahkan sigeg cecak dengan meletakkannya di atas aksara Jawa.
Pangkon
Pangkon dapat mematikan suku kata. Namun posisi pangkon hanya boleh ada di akhir kalimat. Jika aksara yang ingin dimatikan berada ditengah, maka perlu menggunakan pasangan.
Baca: Pakaian Adat Jawa Tengah
Tabel Sandangan Aksara Jawa
Memang memerlukan waktu untuk mengenal bentuk sandhangan dan bunyi yang ia hasilkan ketika bertemu dengan aksara Jawa. Supaya lebih mudah memahami tentang fungsi sandangan dalam mengubah bacaan aksara dasar, perlu mengacu pada tabel di bawah ini.
Bentuk Dasar Aksara Jawa
Aksara Jawa dalam bentuk dasar semuanya memiliki pasangan. Karena aksara dasar cenderung bervokal “a”, untuk mematikan aksara dasar di tengah kalimat demi menghasilkan bunyi konsonan, maka perlu menambahkan pasangannya. Berikut ini ialah tabel aksara Jawa dengan bentuk dasar.
Baca: Alat Musik Tradisional
Contoh Pemakaian Sandangan Aksara Jawa
Teknik penulisan sandangan pada aksara Jawa memiliki aturan tersendiri sehingga menghasilkan bunyi kata yang sesuai. Keberadaan sandangan selalu menempel pada aksara dasar. Adapun contoh penggunaan sandangan dalam aksara Jawa seperti pada gambar ini.
Asal Usul Aksara Jawa
Para ahli menganggap bahwa aksara Jawa bersumber dari aksara Kawi yang merupakan hasil karya oleh orang Jawa di zaman dahulu berdasarkan aksara Dewanagari dan Pallawa dari India. Aksara Jawa yang ada sekarang jauh berbeda dengan versi zaman dahulu.
Prasasti-prasasti yang mendukung pernyataan ini yaitu prasasti bertuliskan Pallawa di Palembang, prasasti dengan aksara Dewanagari di Candi Kalasan, Yogyakarta, dan prasasti yang menampilkan aksara Jawi di kawasan Kalasan, Yogyakarta.
Baca: Pengertian Budaya
Makna Huruf Aksara Jawa
20 aksara Jawa yang berakhiran dengan bunyi “a” memiliki makna tersendiri. Inilah salah satu keunikan dari bahasa Jawa yang menggugah minat orang untuk mempelajarinya. Jika masing-masin deret aksara tersusun menjadi satu, maka akan membentuk empat kalimat dengan makna berikut.
Hanacaraka
Kalimat ini bermakna ada utusan.
Datasawala
Urutan kedua berarti saling bertengkar.
Padhajayanya
Arti ungkapan ini yakni sama-sama sakti.
Magabathanga
Makna kalimat ini ialah sama-sama meninggal.
Penulisan kalimat dalam bahasa Jawa perlu menggunakan sandangan aksara Jawa. Hal ini karena bentuk dasar aksara Jawa semuanya berbunyi “a” sementara banyak kosa kata yang menghasilkan bunyi lain. Ada berbagai macam sandangan dengan fungsi berbeda-beda.