Secara bahasa, Dayak sebenarnya bukanlah nama dari suatu suku. Yang disebut sebagai “Orang Dayak” dalam bahasa Kalimantan secara umum berarti “Orang Pedalaman” yang jauh dari kehidupan kota.
Serta ‘Orang Dayak’ itu tadi bukan diutamakan untuk suatu suku saja, melainkan dapat bermacam-macam suku.
Sebagai contoh: Dayak Kenyah, Dayak Hiban, Dayak Tunjung, Dayak Bahau, Dayak Benua, Dayak Punan. Dan masih terdapat puluhan Uma (anak suku) yang tersebar di berbagai hutan yang ada di wilayah Kalimantan.
Sebelum memasuki abad 20, secara keseluruhan Suku Dayak belum mengenal mengenai agama ‘samawi’, baik itu Islam maupun yang lainnya.
Yang menjadi kepercayaan mereka hanyalah beradasarkan leluhur, binatang-binatang, batu-batuan, dan juga isyarat alam yang mereka tafsirkan mirip seperti agama Hindu kuno.
Pda kehidupan sehari-harinya, mereka meyakini adanya berbagai pantangan sesuai dengan ‘tanda’ dari alam.
Mereka memilki pantangan dalam berbaur dengan kehidupan masyarakat dari suku lain.
Sehingga mereka akan selalu hidup dengan dihantui rasa ketidaktenangan, dan hal itulah yang menyebakan mereka selalu berpindah-pindah, dari hutan satu ke hutan yang lainnya.
Dari goa satu ke goa yang lainnya dan begitu juga seterusnya.
Diantara Suku Dayak yang paling ‘eksklusif’ bahkan juga dapat dikatakan sangat primitif ialah Suku Dayak Punan.
Suku Punan yang satu ini bahkan akan sulit berkomunikasi dengan masyarakat umum.
Kebanyakan dari mereka tinggal tinggal di dalam hutan yang lebat atau di dalam goa.
Sebenarnya, hal ini pula bukan murni ‘kesalahan’ mereka.
Mereka hanya mengikuti pantangan dari ‘leluhur’ yang mereka ikuti dan takut apabila mereka melanggar pantangan tersebut, akan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
Dalam sebuah cerita, konon leluhur mereka ini asalnya dari satu negeri yang bernama ‘Yunan’ di negara Cina.
Mereka asalnya dari satu keluarga kerajaan Cina yang kalah dalam peperangan serta pergi untuk mengamankan diri hingga sampailah di pulau Kalimantan.
Mereka juga merasa aman untuk tinggal di kota Kalimantan.
Meskipun sudah begitu, mereka juga masih mempunya rasa trauma akibat kalah dalam peperangan sehingga mereka akan takut bertemu dengan kelompok masyarakat mana pun.
Mereka khawatir akan terjadi peperangan lagi, sehingga suku mereka bisa punah.
Oleh karena itu, para leluhur mereka membuat suatu pantangan untuk tidak menemui satu pun kelompok yang berbeda dari kalangan mereka.
Daftar Isi
1. Kebudayaan
1. Pakaian Adat Suku Dayak
Pakaian adat yang dipakai oleh wanita disebut sebagai Ta’a serta pakaian yang dipakai untuk para lelakinya disebut sebagai sapei sapaq.
Pada umumnya, pakaian adat tersebut dipakai pada saat acara besar serta untuk menyambut tamu agung.
Ta’a terdiri dari da’a yakni semacam ikat kepala yang terbuat dari bahan pandan yang biasanya dipakai oleh orang tua disana.
Atasan atau baju yang mereka kenakan dinamakan sebagai sapei inoq serta bawahannya menyerupai rok yang disebut dengan Ta’a.
Baik atasan ataupun bawahan seluruhnya dihiasi dengan manik-manik supaya terlihat cantik.
Wanita yang mengenakan ta’a ini pada umumnya akan dilengkapi dengan uleng atau hiasan kalung manik hingga bawah dada.
Sementara untuk para lelaki masyarakat Dayak akan memakai pakaian yang disebut sebagai Sapei sadaq dengan corak dan juga motif yang hampir sama dengan pakaian adat perempuan dayak.
Tetapi, pada sapei sapaq atasan dibuat rompi serta bawahannya berupa cawat yang disebut abet kaoq.
Biasanya, para pria dayak akan melengkapi penampilan mereka dengan mandau yang terikat pada pinggang mereka.
Pada umumnya, tidak terdapat perbedaan yang mencolok dari motif antara lelaki dan juga perempuan ataupun para bangsawan serta si rakyat biasa.
Hanya saja, di beberapa daerah yang masih mengenal kasta apabila kalian mengenakan pakaian adat yang bercorak enggang atau harimau hal itu artinya yang memakainya merupakan keturunan bangsawan.
Apabila kalian mengenakan motif tumbuhan artinya kalian merupakan orang biasa.
Pada umumnya, pakaian adat suku dayak kebanyakan mengambil motif kehidupan dari binatang dan alam.
Tetapi yang paling banyak tetap saja kehidupan satwa khusunya burung.
Demikian juga dengan tari-tariannya yang sering menunjukan kehidupan burung dengan bulu cantik yang tengah melakukan gerakan terbang.
Sungguh menarik bukan , apabila kalian ingin mengetahuinya lebih dalam lagi , kalian jangan sedih, semua hal ini bisa kalian rasakan apabila kalian berkunjung seara langsung ke kalimantan.
2. Rumah Adat Suku Dayak
Rumah Betang atau rumah Panjang merupakan rumah adat khas Kalimantan yang ada di berbagai penjuru Kalimantan Khusunya di daerah hulu sungai yang pada umumnya menjadi pusat pemukiman sku Dayak.
Bentuk serta besar rumah Betang ini memiliki variasinya sendiri di berbagai tempat.
Terdapat rumah Betang yang panjangnya mencapai 150 meter serta lebar hingga 30 meter.
Pada umumnya, rumah Betang dibangun di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah.
Tingginya bangunan rumah Betang ini juga berguna dalam menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang mengancam di berbagai daerahh penghulu sungai di Kalimantan.
Beberapa unit pemukiman dapat mempunyai rumah Betang lebih dari satu buah, hal tersebut tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut.
Pada masing-masing rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang ada di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut.
Budaya Betang adalah cerminan tentang kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak.
Di dalam rumah Betang ini masing-masing kehidupan individu dalam rumah tangga serta masyarakat secara sistematis diatur lewat kesepakatan bersama yang dituangkan di dalam hukum adat.
Keamanan bersama, baik itu yang asalnya dari gangguan kriminal atau berbagai makanan, suka-duka ataupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang.
Nilai utama yang menonjol pada kehidupan di rumah Betang merupakan nilai kebersamaan yang ada di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari berbagai perbedaan yang mereka punya.
Dari sinilah kita dapat mengetahui jika suku Dayak merupakan suku yang menghargai suatu perbedaan.
Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama, maupun latar belakang sosial.
3. Tarian Suku Dayak
Tari Hudoq
Merupakan sebuah bagian ritual suku Dayak Bahau serta Dayak Modang, yang pada umumnya dilakukan di setiap selesai manugal atau menanam padi, pada waktu bulan September – Oktober.
Seluruh gerakannya, konon diyakini turun dari kahyangan.
Berdasarkan dari kepercayaan suku Dayak Bahau serta Dayak Modang, Tari Hudoq ini digelar guna mengenang jasa para leluhur mereka yang terletak di alam nirwana.
Mereka percaya jika pada waktu musim tanam tiba roh-roh nenek moyang akan selalu ada di sekeliling mereka untuk membimbing serta mengawasi anak cucunya.
Leluhur mereka ini asalnya dari Asung Luhung atau Ibu Besar yang berasal dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo Kayan.
Asung Luhung mempunyai kemampuan setingkat dewa yang dapat memanggil roh baik ataupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang disebut sebagai Jeliwan Tok Hudoq tersebut memiliki tugas untuk menemui manusia.
Tetapi, sebab wujudnya yang menyeramkan mereka diperintahkan untuk memakai baju samaran manusia setengah burung.
Para Hudoq tersebut datang membawa kabar kebaikan.
Mereka berdialog dengan manusia sembari memberikan berbagai macam benih dan juga tanaman obat-obatan sesuai pesan yang diberikan langsung oleh Asung Luhung.
Dari kisah terseutlah, nama Hudoq melekat pada diri masyarakat Dayak Bahau dan juga Modang.
Tarian Leleng
Tarian Leleng merupakan suatu tarian gadis suku dayak Kenyah yang mengisahkan mengenai seorang gadis yang bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa dengan pemuda yang tidak dicintainya.
Utan Along kemudian melarikan diri ke dalam hutan.
Tarian ini disebut sebagai tarian Leleng sebab pada saat di tarikan diiringi nyanyian lagu Leleng.
Tarian Leleng
Tarian Kancet Papatai merupakan sebuah tarian perang yang mengisahkan mengenai seorang pahlawan Dayak Kenyah yang tengah berperang melawan musuhnya.
Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat serta terkadang diikuti oleh pekikan si penari.
Pada tari Kancet Pepatay, penari akan mengenakan pakaian tradisionil dari suku Dayak Kenyah lengkap dengan peralatan perang semacam mandau, perisai serta baju perang.
Tarian ini juga diiringi dengan lagu Sak Paku serta hanya memakai alat musik Sampe.
Kancet Pepatai merupakan suatu tarian dari suku Dayak Kenyah, yang bercerita mengenai keberanian para pria (ajai) suku Dayak Kenyah dalam berperang.
Tarian ini juga mengisahkan dari awal mula perang hingga dengan upacara pemberian gelar bagi ajai yang telah berhasil mengenyahkan musuhnya.
4. Alat Musik Suku Dayak
GARANTUNG atau gong
Adalah salah satu alat musik yang biasanya dipakai oleh masyarakat Suku Dayak.
Selain garantung masyarakat Dayak juga menamainya sebagai gong dan agung.
Garatung diklasifikasikan sebagai salah satu alat musik yang masuk ke dalam kelompok idiophone yang terbuat dari bahan logam; besi, kuningan, ataupun perunggu.
Gandang (GENDANG)
Masyarakatan Suku Dayak mengenal dengan baik mengenai alat musik gandang sebagai salah satu alat musik yang berasal dari kelompok membranophone untuk mengiringi tarian serta lagu yang dinyanyikan.
Oleh sebab itu, alat musik gandang juga sangatlah populer sebagai suatu bagian harmoni di kalangan masyarakat Suku Dayak
Kalali
Merupakan salah satu alat musik tiup yang terbuat dari buluh kecil yang sudah dikecilkan.
Ukuran panjangnya setengah meter dengan ujung beruas serta dibuat luang kecil dekat ruas tersebut.
Ujung ruas diraut supaya bisa dipasangi dengan sepotong roan yang sudah diraut dan juga berbentuk tipis.
Buluh rotan diikat pada batang kalali, lalu dibuat dengan lima buah lubang untuk menentukan tinggi rendahnya nada
Tote
Merupakan salah satu alat musik tiup yang terbuat dari bahan buluh kecil yang sudah dikeringkan serta ujung sebelah dalamnya diberi lidah.
Pada bagian batang dibuat dua atau tiga buah lubang.
Untuk menghasilkan bunyi yang merdu serta menyayat kalbu, tote atau serupai ditiup pada bagian ujungnya.
Suling Balawung
Merupakan salah satu alat music tiup yang terbuat dari bamboo berukuran kecil dengan lima lubang mana pada bagian bawahnya serta satu lubang dibagian atas.
Suling Balawang biasa digunakan oleh perempuan.
2. Adat Istiadat
Walaupun sebagian Suku Dayak telah mau berbaur dengan masyarakat umum, tetapi yang menjadi satu ciri khas mereka ialah di mana mereka tetap berpegang teguh kepada adat istiadat dari nenek moyang mereka khusunya yang berkaitan dengan supranatural.
1. Upacara Tiwah
Adalah suatu acara adat suku Dayak.
Tiwah merupakan ritual yang dilakukan untuk pengantaran tulang orang yang telah meninggal ke Sandung yang telah di buat.
Sandung merupakan suatu tempat semacam rumah kecil yang memang telah dibuat khusus untuk mereka yang telah meninggal dunia.
Untuk masyarakat suku Dayak, Upacara Tiwah merupakan suatu momen yang sangat sakral.
Di dalam acara Tiwah ini, sebelum tulang-tulang orang yang telah mati tersebut di antar dan kemudian diletakkan ke tempatnya (Sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong ataupun hiburan yang lain.
Hingga pada akhirnya tulang-tulang tersebut kemudian di letakkan di tempatnya (Sandung).
2. Tari Kancet Papatai
Adalah salah satu seni budaya dalam bentuk tari-tarian perang.
Tari ini mengisahkan mengenai seorang pahlawan dari suku Dayak Kenyah yang tengah berperang melawan musuh.
Tarian ini juga menunjukan mengenai keberanian para pria atau ajai suku Dayak Kenyah yang ada di dalam peperangan.
Mulai perang hingga dengan upacara pemberian gelar untuk pria atau ajai yang telah berhasil mengenyahkan musuhnya.
Gerakan tarian ini sangatlah lincah, gesit, penuh semangat serta terkadang dibarengi oleh pekikan para penari.
Kancet Papatai diiringi dengan menggunakan lagu Sak Paku serta hanya memanfaatkan alat musik sampe.
3. Dunia supranatural
Dunia supranatural untuk Suku Dayak memang telah dari dulu menjadi ciri khas kebudayaan Dayak.
Asal kalian tahu, sebab kegiatan supranatural ini juga orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia (kanibal) .
Meski demikian, Dayak tidak seperti itu, sebetulnya suku Dayak cinta damai asal mereka tidak di ganggu serta ditindas dengan semena-mena.
4. Manajah Antang
Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan memiliki jenis yang sangat beragam.
Sebagai contoh adalah: Manajah Antang.
Manajah Antang adalah salah satu cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan menggunakan sarana burung Antang.
Dimana pun musuh yang di cari nantinya akan dapat ditemukan.
5. Mangkok Merah
Mangkok merah adalah sarana persatuan Suku Dayak.
Mangkok merah beredar apabila terdapat orang Dayak merasa kedaulatan mereka ada dalam bahaya besar.
Panglima perang atau yang biasa disebut sebagai pangkalima oleh masyarakat Dayak, pada umumnya akan mengeluarkan isyarat siaga yang berwujud mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali.
Dari penampilan sehari-hari banyak orang yang tidak tahu siapa itu pangkalima Dayak.
Orangnya berpenampilan biasa-biasa saja, hanya saja ia memiliki kekuatan supranatural yang luar biasa.
3. Sistem Kepercayaan Suku Dayak
Masyarakat Dayak terbagi ke dalam beberapa suku, diantaranya yakni: Ngaju, Ot, Danum, dan Ma’anyan di Kalimantan Tengah.
Kepercayaan yang dianut di dalamnya terdapat: agama Islam, Kristen, Katolik, serta Kaharingan (pribumi).
Kata Kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang artinya air kehidupan. Masyarakat Dayak percaya terhadap roh-roh:
- Sangiang nayu-nayu (roh baik);
- Taloh, kambe (roh jahat).
Pada syair-syair suci suku bangsa Ngaju dunia roh disebut sebagai negeri raja yang berpasir emas.
Upacara adat yang ada di dalam masyarakat Dayak diantaranya yaitu:
- upacara pembakaran mayat,
- upacara menyambut kelahiran anak, serta
- upacara penguburan mayat.
- Upacara pembakaran mayat disebut tiwah serta abu sisa pembakaran diletakkan di suatu bangunan yang disebut tambak.
4. Sistem Kekerabatan Suku Dayak
Sistem kekerabatan yang ada di dalam masyarakat Dayak di dasari dengan ambilineal yakni menghitung hubungan masyarakat lewat laki-laki serta sebagian perempuan.
Perkawinan yang ideal meruapakan perkawinan dengan saudara sepupu yang kakeknya saudara sekandung (hajanen di dalam bahasa Ngaju).
Masyarakat Dayak tidak melarang gadis-gadis mereka untuk menikah dengan laki-laki bangsa lain. Dengan syarat laki-laki itu tunduk dengan adanya adat istiadat disana.
5. Bahasa
Pada awalnya bahasa Dayak berasal dari bahasa Austronesia yang masuk melewati bagian utara Kalimantan lalu menyebar ke arah timur sampai masuk ke pedalaman. Dan berbagai pulau di Pasifik serta Selandia Baru.
Hingga sekarang ini, bahasa Dayak berkembang seiring dengan beragam pengaruh.
Kedatangan berbagai bangsa ini membawa pengaruh serta kebudayaan yang beragam.
Pada umumnya, penduduk pada sebuah wilayah dibedakan antara “pribumi sejati” yakni orang Dayak yang mempunyai animism serta orang Melayu yang Muslim. Dan juga penetap Cina serta India yang datang kemudian.
Ciri-ciri budaya, bahasa serta agama menyebar tanpa mengindahkan asal suku dan juga melanggar batas kebudayaan serta bahasa yang tadinya ada.
Beberapa sumber menyebutkan jika bahasa di Kalimantan masuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia.
Tetapi, kemudian para ahli membedakan bahasa yang digunakan di Sabah dan Filipina, bahasa Melayu dari Sumatra serta Semenanjung Melayu.
Tak hanya dari pengaruh bahasa luar, bahasa serta dialek juga dipengaruhi oleh letak geografis yang ditumbuhi hutan hujan trofis.
Pada umumnya orang Dayak yang berada di Kalimantan Timur sudah bisa berbahasa Indonesia.
Khusunya untuk kaum muda disana. Sebab mereka telah cukup lama berinteraksi dengan masyarakat lainnya serta juga mereka harus dapat berkomunikasi dengan suku Dayak lainnya yang mempunyai perbedaan bahasa.
Bahasa perantara orang Dayak merupakan bahasa Ot Danum atau Dohoi. Sementara untuk bahasa tertua ialah Sangen atau Sangiang yang digunakan di dalam upacara adat.
Pada sekarang ini, hanya sedikit orang Dayak yang mengetahui tentang bahasa Sangiang ini.
Orang Dayak yang ada di Kalimantan, khusunya yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara, mempunyai bahasa serta dialek masing-masing.
Contohnya Dayak Kenyah serta Dayak Kayan yang mempunyai bahasa yang tidak jauh berbeda serta masih lebih banyak persamaannya yang masuk ke dalam rumpun Apau Kayan.
Dayak Bahau sendiri sebetulnya termasuk ke dalam suku Kayan yang mempunyai 2 dialek, Bahau Sa’ dan Bahau Busang. Dayak Modang juga menggunakan bahasa Bahau.
Dayak Benuaq dan Dayak Ngaju mempunyai bahasa yang sama yakni bahasa otrang Ma’anyan.
Dayak Punan yang mempunyai 24 sub suku Punan, di mana masing-masing mempunyai bahasa serta dialek sendiri.
Beberapa sub suku ada yang memakai bahasa Punan dan Busang, ada pula yang menggunakan bahasa Bekatan dan Lisum.
Dayak Tunjung mempunyai bahasa sendiri yakni bahasa Tunjung. Yang di dalamnya terdiri dari 4 dialek yang mereka pakai.
Mereka juga memakai bahasa Kutai, mereka juga mengerti mengenai bahasa Benuaq.
6. Makanan Khas
1. Juhu Singkah / Umbut Rotan
Umbut Rotan (rotan muda) merupakan salah satu makanan khas yang dimiliki oleh Suku Dayak, khusunya Dayang yang berasal dari Kalimantan Tengah.
Dalam bahasa Dayak Maanyan, umbut rotan dikenal sebagai uwut nang’e.
Sementara pada bahasa Dayak Ngaju dikenal sebagai juhu singkah.
Umbut rotan ini dikenal oleh masyarakat dayak sebab mudah untuk didapatkan di dalam hutan tanpa perlu menanamnya terlebih dahulu.
2. Kalumpe/ Karuang
Kalumpe atau karuang merupakan salah satu sayuran yang dibuat dari daun singkong yang kemudian ditumbuk halus.
Kalumpe adalah bahasa Dayak Maanyan serta karuang sebagai sebutan sayur di dalam bahasa Dayak Ngaju.
Dalam pembuatannya, biasanya daun singkong akan ditumbuk halus serta kemudian akan dicampur dengan terong kecil atau terong pipit.
Bumbu yang digunakan untuk masakan ini diantaranya seperti: bawang merah, bawang putih, serai dan juga lengkuas yang dihaluskan.
Jika ingin dengan rasa yang pedas, dapat ditambahkan cabe.
Kalumpe terasa sangat enak jika disajikan ketika sedang panas. Masakan ini biasa disajikan bersamaan dengan sambal terasi yang pedas dan bersama ikan asin.
3. Wadi
Wadi merupakan salah satu makanan berbahan dasar ikan atau yang memakai daging babi.
Wadi bisa dikatakan sebagai makanan yang “dibusukan”.
Meski demikian, pembusukan ini tidak dibiarkan begitu saja, sebelum disimpan, ikan atau daging sebelumnya akan dilmuri dengan bumbu yang terbuat dari bahan beras ketan putih atau dapat juga biji jagung yang di-sangrai hingga kecoklatan.
Dan barulah di tumbuk manual atau di blender.
Di dalam bahasa Dayak Maanyan bumbu ini disebut juga sebagai Sa’mu serta di dalam bahasa Dayak Ngaju disebut sebagai Kenta.
Demikianlah ulasan singkat kali ini yang dapat kami sampaikan. Semoga ulasan di atas mengenai dapat kalian jadikan sebagai bahan belajar kalian.
Satu pemikiran pada “Suku Dayak”